Skip to main content

Ibu beranak (melahirkan) ya?

Kegiatan Belajar di rumah masa pandemi covid-19 

    Pandemi covid-19 yang belum berakhir mengharuskan anak-anak masih harus belajar di rumah. Belum diperbolehkan untuk hadir di sekolah karena surat edaran menyampaikan demikian.
    Salah satu yang membuat dilema adalah jika harus memberikan tugas secara langsung sementara mereka baru naik kelas. Maka, mau tak mau harus membuat pertemuan dulu sebelum penugasan. Tentu dilakukan setelah memberikan surat pemberitahuan ke orang tua dan dikomunikasikan dengan Kepala Sekolah dan Guru. Jumlah yang lebih ramai dari sebelumnya mengharuskan mereka dibagi menjadi beberapa kelompok. Jadwal yang diselang seling menyesuaikan kondisi fisik juga. Hari ini adalah jadwal kelompok kedua. Pengalaman dari kelompok pertama, tak pernah pas jumlahnya, pasti berlebih. Karena ada aja temannya yang ikut, padahal bukan jadwalnya. Saat temannya belajar, dia pun disuruh baca buku cerita aja, daripada harus disuruh pulang sendirian kan.
.
.
Di tengah waktu belajar, seorang anak bertanya "Bu, esok kita raya ya?"
Saya pun jawab singkat "ya".
Anak yang lain pun bertanya lagi "Ibu beranak ya?" Tadinya kukira dia bertanya "Ibu berangkat ya?"
Ternyata aku salah dengar. Untuk memastikan sebelum menjawab, aku pun bertanya ulang. Ternyata dia bertanya "Ibu beranak ya?"
Aku tersenyum sembari bertanya ulang "siapa yang bilang?"
"Tadi kami nampak perut Ibu besar," jawabnya.
Barangkali mereka bertanya karena di pertengahan waktu belajar itu aku mengelus-elus perut. Maklum, si dedek di dalam asyik bergerak 😅. Supaya si dedek agak tenang, maka dielus-elus. Elusan itu menghadirkan tanya dari anak-anak 😁😅.
.
.
Wa ila rabbika farghob
Keep tawadhu
-Juniar Sinaga-

Comments

Popular posts from this blog

Membaca Latar dan Pelakonnya

Aku terus belajar membaca latar yang baru, juga pelakon yang bermukim di dalamnya. Sederetan karakter dan dialek yang berbeda belum rampung kupahami. Bukan hanya yang ditemui yang dibaca, bahkan kaki-kaki yang melangkah bersamaan di latar ini pun masih harus kubaca dengan seksama. Di pintu pagi sering kutemui resah, namun wajahku tak sampai basah. Sebab simpuh di seba'da adzan subuh masih ada untuk penguatan. Pun punggung lantai masih ada untuk tempat bersimpuh. Beragam desah dan gelisah pun tak luput di ruang-ruang perkumpulan para pemilik karakter yang berbeda. Sementara aku hanya terus berpikir sembari memohon kelembutan hati. Apakah mungkin kita terus meng-ego-i, memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Lalu setelah itu kita bernyanyi dengan nyaring tanpa memikirkan kepentingan lainnya. Apakah mungkin kita mengingkari, kata-kata kebersamaan sedari awal, lalu kita mementingkan keinginan diri sendiri, meninggalkan yang lainnya tertatih dan merintih.  Dalam palungan

Gula Getah

Siswa kelas V SDN 011 Candi, Kep. Anambas Sumber: Dokumentasi penulis Di Rabu siang, untuk ketiga harinya aku (lebih) terakhir balik sekolah. Jauh dari waktu yang biasanya. Ada sesuatu hal yang belum mengizinkan untuk bisa pulang seperti biasa. Aku duduk mengutak-atik laptop dan hape di ruangan wifi sekolah. Sesaat kemudian, anak-anak berdatangan. Bergerombok bak semut, mengelilingku.  "Ibu balik jam berapa," tanya mereka. "Nanti sebentar lagi," kembali kusambangi goresan di layar laptop. "Ibu jalan kaki ya?" tanya mereka. Aku hanya menggangguk-angguk sambil tersenyum. "Kasihan Ibu," sayup kudengar suara itu berulang-ulang. Aku keasyikan dengan laptop. Sehingga suara bising yang lalu lalang tak kuhirauakan. Sesekali kupandangi wajah anak-anak. "Sungguh, jasad anak-anak ini tiada lelahnya," pikirku. "Ibu nanti balik jam berapa? "Kami nak antar ibu balik, tapi kami terobosan sore," ujar mereka dengan

'Narasi' Ukhuwah

A ku lupa kapan  pers isnya bersua denganmu Kak. Aku hanya mengingat bahwa kita dipertemukan lewat lingkaran cinta yang pada akhirnya membuat kita layaknya adik kakak. Jumlah kita tak ramai kala itu. Namun momen setiap pekannya adalah hal yang selalu kita nantikan. Terkadang, saat jadwal pertemuan itu telah tiba, banyak godaan yang menghampiri kita. Namun semuanya kita lewati karena saling menguatkan, saling mendoakan dan mendukung. Apalagi kala itu kita ibarat 'tukang ojek' dalam dalam lingkaran itu. Menjemput mereka yang jika kadang terkendala bepergian karena suami mereka ada kerja. Kita asyik-asyik aja dengan tugas itu. Tak mengenal jarak. Malah kadang bertanya dan menawarkan jasa. Usia kita hanya beda satu tahun. Hal itu yang tidak pernah menjadi masalah bagi kita. Kadang kita sharing, saling berbagi, bercerita tentang kendala dan masalah lalu mencari solusi. Aku masih ingat kala itu, saat bermain-main ke rumahmu Kak. Bertemu adik bungsumu yang sering kakak ceritakan di li