Skip to main content

Mengabdi Untuk Negeri Bersama SM-3T

Inilah Diri, Dengan Kontribusi Mini

engkau mengajarkanku tentang sebuah kemanfaatan...
engkau berikan aku semangat untuk terus berkarya untuk negeri ini...
engkau didik aku untuk mendidik...
engkau ajar aku untuk mengajar...
engkau tempa aku untuk serba bisa,,,
Aku akan terus berupaya dan berusaha agar mampu
dan bisa memberikan yang terbaik untuk negeri ini


Walau lewat sebaris kata...
SM-3T, engkau tetap di hati
****

Sebelum melaju ke untaian kata berikutnya, aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun untuk SM-3T. Semoga semakin sukses dalam menyiapkan generasi pendidik yang handal, kreatif, inovatif dan berempati.Sejujurnya, aku sangat bangga bisa menjadi bagian dari SM-3T. Disinilah aku dididik untuk menjadi seorang yang pendidik yang harus serba bisa. Iya, saat tiba di tempat pengabdian kita tidak hanya berperan sebagai pendidik, pengajar. Namun juga sebagai tenaga medis, sebagai orang tua, dan lain sebagainya. Sungguh hal luar biasa. Namun tidak ada rasa menyesal apalagi ingin kembali sebelum pengabdian belum usai. Dalam situasi itulah dituntut untuk BISA!. Melalui SM-3T ini juga aku bisa mengenal anak-anak bangsa yang berada di Timur Indonesia. Mengenal masyarakatnya, mempelajari adat istiadatnya dan mempelajari bahasanya. Melalui SM-3T ini juga menjadi satu jembatan untukku berkontribusi untuk negeriku. Mengabdi bersama teman-teman lainnya untuk memberantas buta aksara dan mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung. Setidaknya tiga dasar yang harus dimiliki sebelum masuk ke jenjang pendidikan berikutnya. Kedengarannya sepele memang, namun dampaknya sangat besar untuk masa depan. Dan SM-3T yang mengantarkanku ke tempat tersebut. Tempat yang sangat membutuhkan pembaharuan dan pemberantasan terhadap kebutaan-kebutaan itu. Tempat dimana anak-anak bangsa merindukan para pendidik yang bisa mengarahkan mereka, menyemangati mereka, mengajar mereka dengan kasih sayang, menjadi teman bermain mereka, menjadi keluarga bagi mereka.

Ah! sedih aku jadinya. Karena saat kurangkai tulisan ini, terbayang olehku wajah-wajah siswa/siswiku yang telah menjadi pelangi dalam hatiku. Siswa-siswi yang menjadi motivator bagiku. Siswa-siswi yang membuatku semakin bersyukur. Siswa-siswi yang membuatku begitu berharga. Semua itu karena SM-3T. Di hari ulang tahun SM-3T hari ini, aku berharap program ini tetap berlanjut, agar para anak-anak bangsa yang belum terjangkau mendapat kesempatan untuk mendapatkan pendidikan. Sehingga semua kebutaan-kebutaan yang ada berangsur membaik. Kalau bukan kita yang mengobati kebutaan itu, siapa lagi? Selamat Ulang Tahun SM-3T. Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia!!!


@Ruang Kerinduan, 06 September 2014
Juniar Sinaga_SM-3T LPTK Univerasitas Riau
Angkatan III@Lanny Jaya, Papua.. 

Comments

Subhanallah...Luar biasa sekali hikmah sepulang dari SM3T itu ya kak.. semoga program SM3T tak pernah henti dan adik adik di indonesia timur sana benar benar mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan pasal pasal dalam UUD.. :) Merdeka! follow blog ilham ya kak.... hehe
Subhanallah.. Luar biasa sekali hikmah dari SM3T ini ya Kak.. Semoga program SM3T tak pernah berhenti dan adik adik di indonesia timur benar benar mendapatkan pendidikan yang layak. Merdeka! singgah ke blog ilham ya kak.. :)
Subhanallah.. Luar biasa sekali hikmah yang dapat dipetik dari SM3T itu ya kak.. Semoga program SM3T tetap berlanjut dan keterbelakangan pendidikan disana dapat dientaskan.. amiin.. kunjungi blog ilham juga ya Kak Nur.. :)
aamiiin...
iya Ham. SEMOGA ya...
iya, insyaAllah nanti singgah ke blognya..
Pasti banyak sekali pengalamanya ikut sm3t,dulu penempatan dmn mbak??
Alhamadulillah,banyak. di Kabuaten Lanny Jaya, Papua

Popular posts from this blog

Ia yang kuakrabi dengan sapaan -Man-

Aku mengakrabinya dengan sapaan  Man . Di bulan namaku, yaitu Juni 2018 adalah perjumpaan perdana dengannya saat mengikuti kegiatan SiDaus di Jakarta. Belum pernah bersua sebelumnya dan juga tak pernah berkomunikasi walaupun melalui media sosial, sebab memang belum mengenalinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Di perjumpaan perdana itu pula aku mengetahui bahwa logo harlah SM-3T yang sejak awal muncul sudah menghadirkan kekaguman dalam kalbu. Hingga kugoreskan dalam sebuah kalimat metafora, dan barangkali tak dimaknai oleh yang membaca sebelumnya, jika saja tak kuberitahu. Karya yang sedemikian  sempurna itu adalah hasil karyanya.  Kala itu kami saling bertegur sapa di sela-sela kegiatan. Saling bertanya nama lalu akrab di spasi waktu yang singkat. Kemudian bercengkerama dalam waktu begadang untuk menyusun reportase bersama. "Kakak cepat juga ya akrab," ujarnya malam itu. Aku hanya tertawa merespon ujaran itu. Saling berbagi cerita tentang tempat tugas dan

Membaca Latar dan Pelakonnya

Aku terus belajar membaca latar yang baru, juga pelakon yang bermukim di dalamnya. Sederetan karakter dan dialek yang berbeda belum rampung kupahami. Bukan hanya yang ditemui yang dibaca, bahkan kaki-kaki yang melangkah bersamaan di latar ini pun masih harus kubaca dengan seksama. Di pintu pagi sering kutemui resah, namun wajahku tak sampai basah. Sebab simpuh di seba'da adzan subuh masih ada untuk penguatan. Pun punggung lantai masih ada untuk tempat bersimpuh. Beragam desah dan gelisah pun tak luput di ruang-ruang perkumpulan para pemilik karakter yang berbeda. Sementara aku hanya terus berpikir sembari memohon kelembutan hati. Apakah mungkin kita terus meng-ego-i, memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Lalu setelah itu kita bernyanyi dengan nyaring tanpa memikirkan kepentingan lainnya. Apakah mungkin kita mengingkari, kata-kata kebersamaan sedari awal, lalu kita mementingkan keinginan diri sendiri, meninggalkan yang lainnya tertatih dan merintih.  Dalam palungan

Gula Getah

Siswa kelas V SDN 011 Candi, Kep. Anambas Sumber: Dokumentasi penulis Di Rabu siang, untuk ketiga harinya aku (lebih) terakhir balik sekolah. Jauh dari waktu yang biasanya. Ada sesuatu hal yang belum mengizinkan untuk bisa pulang seperti biasa. Aku duduk mengutak-atik laptop dan hape di ruangan wifi sekolah. Sesaat kemudian, anak-anak berdatangan. Bergerombok bak semut, mengelilingku.  "Ibu balik jam berapa," tanya mereka. "Nanti sebentar lagi," kembali kusambangi goresan di layar laptop. "Ibu jalan kaki ya?" tanya mereka. Aku hanya menggangguk-angguk sambil tersenyum. "Kasihan Ibu," sayup kudengar suara itu berulang-ulang. Aku keasyikan dengan laptop. Sehingga suara bising yang lalu lalang tak kuhirauakan. Sesekali kupandangi wajah anak-anak. "Sungguh, jasad anak-anak ini tiada lelahnya," pikirku. "Ibu nanti balik jam berapa? "Kami nak antar ibu balik, tapi kami terobosan sore," ujar mereka dengan