Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Perjalanan Yang Tak Biasa

Bandara Sultan Hasanuddin Makassar Setiap perjalanan memberikan makna tersendiri bagi tuannya. Demikian jugalah yang aku rasakan. Sejak tahun 2014 aku berkeinginan dapat menjejaki Sulawesi. Satu dari sekian pulau besar di Indonesia. Akan tetapi, seapik apapun kita merencanakan sesuatu, ketetapan itu hanyalah milikNya. Sejak niatan itu pula aku terus berupaya. Menabung keinginan lewat ikhtiar yang berspasi. Memadukan keyakinan dan ikhtiar, lalu digenapi dengan doa. Hingga akhirnya pemilik semesta mengabulkannya.  Perjalanan yang cukup jauh, namun bersyukur karena jasadku tak 'rewel' seperti biasanya. Padahal biasanya itu, membayangkan jarak saja sudah sakit kepala, pusing duluan. Alhamdulillah untuk perjalanan ini jasad dapat diajak berkompromi. Melampaui daratan, udara hingga sampailah di tujuan. Maa Sya Allah walhamdulillah, bersyukur dapat menjejaki pulau Sulawesi. Sebelumnya hanya mampir sejenak karena transit sebelum melanjutkan perjalanan menuju latar berikutny

Ia yang kuakrabi dengan sapaan -Man-

Aku mengakrabinya dengan sapaan  Man . Di bulan namaku, yaitu Juni 2018 adalah perjumpaan perdana dengannya saat mengikuti kegiatan SiDaus di Jakarta. Belum pernah bersua sebelumnya dan juga tak pernah berkomunikasi walaupun melalui media sosial, sebab memang belum mengenalinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Di perjumpaan perdana itu pula aku mengetahui bahwa logo harlah SM-3T yang sejak awal muncul sudah menghadirkan kekaguman dalam kalbu. Hingga kugoreskan dalam sebuah kalimat metafora, dan barangkali tak dimaknai oleh yang membaca sebelumnya, jika saja tak kuberitahu. Karya yang sedemikian  sempurna itu adalah hasil karyanya.  Kala itu kami saling bertegur sapa di sela-sela kegiatan. Saling bertanya nama lalu akrab di spasi waktu yang singkat. Kemudian bercengkerama dalam waktu begadang untuk menyusun reportase bersama. "Kakak cepat juga ya akrab," ujarnya malam itu. Aku hanya tertawa merespon ujaran itu. Saling berbagi cerita tentang tempat tugas dan
Senandung Hujan Oleh: Juniar Sinaga Hujan mengikis sendu di tanah. Menyirami tandus yang tersembunyi. Cacing cacing menyanyi riang. Menyambut tetesan tetesan kesejukan. Tetesan rahmatMu mendahului kumandang adzan di siang ini. Tangan tangan menengadah bermunajat. Pada setiap tetesannya jutaan doa menyelinap. Walau air matanya tidak sederas tetesan rahmatMu hari ini.

Tentang Ibu dan Rindu

Adalah gerimis, ketika mendengar seorang Ibu menangis. Mengungkapkan nasihat dengan isak yang tak kunjung reda. Bertambah tumpukan rinduku, Ibu. Aku yang begitu cengeng saat di dekatmu, perlahan tangguh ditempa latar demi latar yang kusinggahi. Namun tetap saja, saat berdialog denganmu, saat bersua denganmu, nada-nadaku tak mampu kuhilangkan. Namun saat engkau mulai bernada manja, seketika itu pula aku seakan dewasa memberikan motivasi untukmu. . . Gejolak yang pernah kita lalui, saat aku menetapkan hati untuk berhijrah pada Islam, kini mendapat jawaban yang indah dari Allah. Dengan agamaku, aku semakin mencintaimu. Baktiku padamu semata-mata karena titah Tuhanku. Dalam sujudku, tak pernah lupa, agar kiranya kelak Allah menyatukan kita dalam cintaNya. Bisa bersujud di baitNya, mendengar kumandang dan takbir yang menggema, bersama. Doaku yang tak pernah putus untukmu.  . . Aku begitu ingat saat orang lain menanyakan diriku yang kini  berbeda, engkau menghadirkan jawaba

Gula Getah

Siswa kelas V SDN 011 Candi, Kep. Anambas Sumber: Dokumentasi penulis Di Rabu siang, untuk ketiga harinya aku (lebih) terakhir balik sekolah. Jauh dari waktu yang biasanya. Ada sesuatu hal yang belum mengizinkan untuk bisa pulang seperti biasa. Aku duduk mengutak-atik laptop dan hape di ruangan wifi sekolah. Sesaat kemudian, anak-anak berdatangan. Bergerombok bak semut, mengelilingku.  "Ibu balik jam berapa," tanya mereka. "Nanti sebentar lagi," kembali kusambangi goresan di layar laptop. "Ibu jalan kaki ya?" tanya mereka. Aku hanya menggangguk-angguk sambil tersenyum. "Kasihan Ibu," sayup kudengar suara itu berulang-ulang. Aku keasyikan dengan laptop. Sehingga suara bising yang lalu lalang tak kuhirauakan. Sesekali kupandangi wajah anak-anak. "Sungguh, jasad anak-anak ini tiada lelahnya," pikirku. "Ibu nanti balik jam berapa? "Kami nak antar ibu balik, tapi kami terobosan sore," ujar mereka dengan

Gelak Memori (Part 2)

Juniar Sinaga Masih tentang   gelak memori saat pelepasan GGD di Jakarta. Malamnya, aku tidak bisa turut serta mengikuti kegiatan mengenai teknis keberangkatan. Alasannya bukan karena begitu sibuk, namun karena sebuah amanah.  Pun, aku tak pernah menduga bahwa akan kutemukan gelak tawa non konyol, kukira. Berlanjut pada perbincangan teman satu bilik.  "Kak, besok Nur masuk rombongan bus nomor berapa?" "Si kakak menanyakan nomor urutku. Lantas dengan singkat ia menyebutkan nomor busnya". Jadi ceritanya, setiap bus itu telah ditentukan koordinatornya. Dan setiap koordinator bertugas untuk mengecek anggotanya masing-masing. Aku sendiri begitu optimis dengan penjabaran kakak satu bilik. Hingga akhirnya, sampailah pada keesokan harinya. Aku masuk ke dalam bus sesuai dengan nomor rombongan yang disebut si kakak. Aku santai saja dalam bus ibu. Kotak kue sudah tersedia di atas kursi. Tinggal makan, kalau memang ingin. GGD menuju gedung Kemdikbud Sumber:

Bonus jalan-jalan dari ALLAH

Biasanya aku berlayar ke ibukota kabupaten pas hari Sabtu. Sebab di hari itu kegiatanku biasanya berlangsung. Malamnya aku harus menginap di kos saudari baruku. Esok harinya baru kembali menuju pulau, tempatku bertugas. Namun di penghujung bulan ini, jadwal keberangkatanku berubah, beralih ke hari Ahad. Tadinya aku sudah berpikir untuk tidak pergi. Memikirkan transportasi, juga karena kondisi jasad yang lumayan tidak begitu fit. Bukan dengan berat langkah, aku meminta rekan untuk mengantarkanku ke pelabuhan speed . “Ada atau tidak adanya nanti speed itu urusan kesekian. Setidaknya aku sudah berikhtiar dulu sebelum memutuskan untuk mengonfirmasi ke teman lainnya,” pikirku. Targetku jam 7.30 wib sudah harus berangkat. Namun, harapan takkan selalu selaras dengan kenyataan. Lama menunggu, penumpang belum juga ada yang datang. Di latar ini, kalau kita mau bepergian biasanya menggunakan pompong (motor laut) atau speed, termasuk sebatas menuju ibukota kabupaten. Kalau naik speed, penumpan

GELAK MEMORI (Part 1)

Kejutan yang tidak mengejutkan            A da beragam momen yang acapkali sulit untuk dimusnahkan. Wajar, sebab momen positif memang tidak semestinya dimusnahkan. Seperti momen saat aku dan ribuan rekan-rekan se-Indonesia mendapat kesempatan untuk turut serta menyaksikan pelepasan Guru Garis Depan 2016 (GGD 2016).       Jika menarik ulur cerita, aku bahkan seakan tak percaya akan kesempatan ini. Namun begitulah indahnya rencana Allah, selalu saja menakjubkan. Saat itu aku masih sibuk mengemas berkas-berkas rekan-rekan lainnya, dan merampungkan amanah yang diberikan yakni menghubungi rekan-rekan yang belum rampung dalam pemberkasan. Di spasi waktu kusempatkan juga untuk mengamati riuh penantian di beberapa grup yang aku sendiri pun berada di dalamnya, bahkan juga sebagai adminnya. Aku sangat menikmati amanah itu. Yah, walaupun memang tak selalu menyemai dukungan, sebab manusia memang tak selamanya akan memihak pada kita. Apalagi waktu itu kondisinya sudah berada pada penantian p