Skip to main content

Seperti Ikan-ikan di Lautan

Kolam Ikan
Sumber: Dokumentasi Penulis
Beragam lingkungan akan dan telah kita hadapi. Dan beragam pula keadaan yang akan kita temui. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi, yaitu terwarnai atau mewarnai. Kedua kemungkinan tersebut bisa saja terjadi pada diri kita. Terwarnai, saat kita tidak mampu bertahan, dan mewarnai saat kita mampu bertahan. Apakah ada yang salah jika kita terwarnai? Tidak. Tidak ada yang salah jika kita terwarnai, asalkan terwarnai oleh hal yang baik dan positif. Pun sebaliknya, apakah salah jika kita mewarnai? Sekali lagi, tidak ada yang salah, selagi kita mewarnai dengan hal yang baik dan positif.

Suatu waktu aku menatapi lautan. Memandangi ikan-ikan yang asyik berenang. Beragam jenis ikan yang kulihat. Aku merenung. Dari beberapa ikan yang hidup di lautan, belum pernah kutemui keasinan air laut itu meresap ke tubuh ikan. Saat disemai dari lautan, ikan itu tetap tawar. Ia tidak terpengaruh oleh keasinan air lautan. Bukan hanya keasinan laut yang ia hadapi, melinkan juga gelombang lautan yang silih berganti dan berbeda setiap bulan dan tahunnya.

Keasinan air lautan memang bukan diidentikkan menjadi sebuah keburukan. Hanya saja aku mengambil suatu pembelajaran, mendapatkan sebuah motivasi untuk tegar. "Jika ikan-ikan di lautan saja mendapat ujian gelombang lautan yang sedemikian rupa, bagaimana mana mungkin aku tidak," pikirku.
Selalu ada hal implisit yang kubaca. Dari ciptaanNya yang begitu luas, tak terhingga.

Semoga diri bisa mewarnai dengan kebaikan, kemaslahatan dan ke-positif-an, dan terwarnai kebaikan, kemaslahatan serta ke-positif-an juga. Istajib du'ana Ya Allah. Allahumma istajib.

Anambas, 25122017

Wa ila rabbika farghob
Keep Tawadhu
-Juniar Sinaga-

Comments

Popular posts from this blog

Ia yang kuakrabi dengan sapaan -Man-

Aku mengakrabinya dengan sapaan  Man . Di bulan namaku, yaitu Juni 2018 adalah perjumpaan perdana dengannya saat mengikuti kegiatan SiDaus di Jakarta. Belum pernah bersua sebelumnya dan juga tak pernah berkomunikasi walaupun melalui media sosial, sebab memang belum mengenalinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Di perjumpaan perdana itu pula aku mengetahui bahwa logo harlah SM-3T yang sejak awal muncul sudah menghadirkan kekaguman dalam kalbu. Hingga kugoreskan dalam sebuah kalimat metafora, dan barangkali tak dimaknai oleh yang membaca sebelumnya, jika saja tak kuberitahu. Karya yang sedemikian  sempurna itu adalah hasil karyanya.  Kala itu kami saling bertegur sapa di sela-sela kegiatan. Saling bertanya nama lalu akrab di spasi waktu yang singkat. Kemudian bercengkerama dalam waktu begadang untuk menyusun reportase bersama. "Kakak cepat juga ya akrab," ujarnya malam itu. Aku hanya tertawa merespon ujaran itu. Saling berbagi cerita tentang tempat tugas dan

Membaca Latar dan Pelakonnya

Aku terus belajar membaca latar yang baru, juga pelakon yang bermukim di dalamnya. Sederetan karakter dan dialek yang berbeda belum rampung kupahami. Bukan hanya yang ditemui yang dibaca, bahkan kaki-kaki yang melangkah bersamaan di latar ini pun masih harus kubaca dengan seksama. Di pintu pagi sering kutemui resah, namun wajahku tak sampai basah. Sebab simpuh di seba'da adzan subuh masih ada untuk penguatan. Pun punggung lantai masih ada untuk tempat bersimpuh. Beragam desah dan gelisah pun tak luput di ruang-ruang perkumpulan para pemilik karakter yang berbeda. Sementara aku hanya terus berpikir sembari memohon kelembutan hati. Apakah mungkin kita terus meng-ego-i, memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Lalu setelah itu kita bernyanyi dengan nyaring tanpa memikirkan kepentingan lainnya. Apakah mungkin kita mengingkari, kata-kata kebersamaan sedari awal, lalu kita mementingkan keinginan diri sendiri, meninggalkan yang lainnya tertatih dan merintih.  Dalam palungan

Gula Getah

Siswa kelas V SDN 011 Candi, Kep. Anambas Sumber: Dokumentasi penulis Di Rabu siang, untuk ketiga harinya aku (lebih) terakhir balik sekolah. Jauh dari waktu yang biasanya. Ada sesuatu hal yang belum mengizinkan untuk bisa pulang seperti biasa. Aku duduk mengutak-atik laptop dan hape di ruangan wifi sekolah. Sesaat kemudian, anak-anak berdatangan. Bergerombok bak semut, mengelilingku.  "Ibu balik jam berapa," tanya mereka. "Nanti sebentar lagi," kembali kusambangi goresan di layar laptop. "Ibu jalan kaki ya?" tanya mereka. Aku hanya menggangguk-angguk sambil tersenyum. "Kasihan Ibu," sayup kudengar suara itu berulang-ulang. Aku keasyikan dengan laptop. Sehingga suara bising yang lalu lalang tak kuhirauakan. Sesekali kupandangi wajah anak-anak. "Sungguh, jasad anak-anak ini tiada lelahnya," pikirku. "Ibu nanti balik jam berapa? "Kami nak antar ibu balik, tapi kami terobosan sore," ujar mereka dengan