Skip to main content

HarLah SM-3T, 6 Tahun

Kilas Balik

Sulit untuk memulai cerita ini darimana. Aku mengenalimu sejak masih di titik akhir perampungan tugas akhir. Walaupun belum mengenal dari keseluruhan sisi. Mencari informasi tentangmu terus menerus adalah bentuk keseriusanku untuk menjadi bagian darimu kala itu. Bahkan, rasa segan yang menebal, sedikit kukikis waktu itu agar berani bertanya kepada dosen pembimbing. Bahkan, sempat juga aku meminta petuah sebelum "memilihmu'. 
Aku bak seseorang yang sedang 'jatuh cinta', karena tak ingin melewatkan kabar tentangmu.
Memasuki akhir tahun 2012, aku rampung menyelesaikan satu amanah. Tinggal pengukuhan sebentuk wisuda yang kutunggu, dan selanjutnya akan dilaksanakan di tahun 2013. Di tahun itu pula, kabar tentangmu berhembus ke setiap penjuru. Aku menggebu, tak sabar ingin menjadi bagian dari dirimu. Namun, ada buncah yang sulit untuk ditepis. engkau tahu kenapa? Sebab aku masih harus meminta restu kepada keluargaku. Memilih bersamamu memang hak prerogatifku. Namun memilih tanpa sebuah restu, tak bisa melanjutkannya pada langkah yang lebih jauh. Aku menyeka air mata, meredam sedih lewat isak tangis yang terus tersembunyi. Kupikir, bukan kehadiranmu yang tidak tepat kala itu. Hanya kondisi saja yang sedang kurang kondusif untuk mengizinkanku pergi bersamamu, sebab bukan sehari dua hari, bukan juga dengan 1,5 spasi jaraknya. 'Kegalauan' yang menyatu dengan melankolis hingga akhirnya sempurna menjadi sebuah 'kepasrahan'. 
Perlahan, aku ingin mencoba melupakanmu. Hingga nyaris kupikir, mungkin engkau bukan "jodohku'. Namun tetap saja aku tidak mampu. Roman pelosok negeri telah membayang di pikiranku. Walau hari demi hari aku terus 'bergerak' agar kiranya bayangmu hanyut dalam setiap manuver yang belum menepi. Di jeda 'kegundahan' yang belum luput, dengan semangat yang tersisa, berulang kali aku melobi keluarga. Terkadang hujanku lebih awal turun sebelum tendensi landing.
'Biarlah situasi kondusif dulu,' begitu rangkuman yang kudapatkan. 
Menyingkat eksposisi tentang spasi demi spasi untuk bisa membersamaimu, akhirnya keluarga merestui. Selembar kertas berisi segala persyaratan diberikan padaku. engkau tahu, tumpah hujanku seketika. Rasa bercampur, kurasakan waktu itu. Kubaca prosedur yang tertera dalam lembaran itu, agar kiranya tahu paragraf langkah harus dimulai dari arah mana. Semuanya aku rampungkan, hingga akhirnya September 2013 aku menjadi bagian dari dirimu. Selalu saja aku ingin bercerita tentangmu, bahkan takkan habis hingga saat aku menuliskan ini. 

Setelah kepulanganku dari latar yang telah memberiku banyak makna, untuk pertama kalinya aku menuliskan tentangmu di blog dengan paparan sederhana namun cukup panjang. mengabdi-untuk-negeriku-bersama-sm-3t. Itu hanya sebentuk ungkapan rasa 'cinta' yang sederhana dariku. Sebab semua potret pelosok yang kuabadikan  masih tersimpan di ruang data, dan tak banyak yang kusuguhkan di dunia maya.
Dalam setiap pertambahan usiamu, selalu saja ada ide-ide 'konvensional' yang bergelantungan di ranting-ranting pikiranku. Di pertambahan usiamu keempat, aku berada pada kondisi 'melemah' baik fisik maupun pikiran. Berjuang dalam tahap semi akhir yang juga menjadi bait kebersamaan denganmu. Pada situasi itu pula, aku melukis ucapan sederhana untukmu di sela-sela kondisi 'tertatihku'. 

Di sela-sela kesibukan PPG tahun 2015
Pun selanjutnya, pada pertambahan usiamu kelima tahun, bersama MSI Riau merealisasi rencana kepedulian sebentuk rupa berbagi dengan sederhana. Bahkan aku terkadang berpikir bahwa perealisasian itu bukan sebuah pencapaian  yang bermakna besar. Namun, sadarku bahwa seribu langkah berawal dari satu dua langkah kecil, hingga aku terus membangun pikiran untuk bergerak walau lewat gerakan kecil. Seperti sebuah hadits Rasulullah Shallahu'alai wassalam "Amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang rutin walaupun sedikit (HR.Muslim). 

Spanduk manual ala MSI Riau di HarLah SM-3T kelima
Aku adalah musuh untuk diriku sendiri. Sehingga saat ekspektasi terlalu tinggi, namun tanpa ikhtiar dan realisasi, bagai mimpi buruk yang menggerayungi. Dari hal itu pula aku belajar untuk berupaya bergerak sesuai dengan kapasitas yang kusanggupi, walau hanya sebentuk narasi dan deskripsi. Suatu hari, seorang senior menyampaikan sebuah nasihat saat aku meminta saran dan berbagai solusi. "Jangan menunggu ahli, baru mau berkontribusi," sahut beliau. Aku hanya mengangguk-angguk sembari meresapi isi nasihat itu. Ditambah lagi dengan santapan yang kudapatkan lewat bacaan, "Di atas langit masih ada langit. Di bawah bumi masih ada bumi. Berbagilah sesuai dengan kemampuan yang kita bisa". Makna yang disampaikan oleh penyampai nasihat ini yaitu bahwa orang yang memberi, orang yang berbagi, sejatinya bukan karena mereka memiliki hal yang berlebih atas apa yang dibagikan. Dan jangan menunggu berlebih dulu. Dalam setiap kelebihan yang dimiliki seseorang, masih ada yang lain yang juga memiliki kelebihan dari yang dimilikinya. Sebaliknya, dalam sebuah kekurangan yang dimiliki seseorang, masih ada juga yang lebih kekurangan darinya. Sehingga, berbagi jangan menunggu berlebih. Kira-kira begitu maknanya.
Banyak makna hidup dan kesempatan yang kudapatkan. Sehabis kepulangan dari penempatan, yang waktu itu menjadi peserta yang lebih awal dipulangkan sebab kondisi yang SANGAT tidak kondusif. Sebab nyawa telah menjadi taruhannya. Di tahun 2014, terbuka sebuah kesempatan untuk mengikuti sebuah lomba yang tema-nya masih dalam jalurku. Dengan sebuah keyakinan dan keberanian, aku mencoba mengirimkan foto siswa yang kuabadikan di sela-sela mengajar. Dan sore hari pada jam dan waktu yang tak kuingat lagi, rasanya bagai 'dilamar tiba-tiba'. Kaget, senang, namun tetap berusaha tenang waktu itu. Foto siswa yang kukirimkan membawaku pada juara 2. Aku senang waktu itu, namun sekedarnya saja, tak mau berlebihan. Dan kesempatan itu membuka beberapa kesempatan lainnya. Sebab lewat lomba itu, aku mendapatkan kesempatan dan diundang liputan 6 untuk bisa turut serta dalam silaturahmi SM-3T Se-Indonesia, dan bertemu pak menteri pendidikan Bapak Muhammad Noh. Salah satu sosok yang juga aku kagumi. 
Sebuah kesempatan membuka kesempatan lainnya
Banyak hal yang belum kuuraikan dalam tulisan ini. Sangat banyak dan teramat panjang. Bahkan jika mengikuti pikiran dan jemari, ingin rasanya aku tuliskan semua disini. Namun, biarlah paragraf selanjutnya kutitip dan kusimpan menjadi kenangan yang tiada tepinya, kecuali jika Allah telah meminta pulang. Maka kenangan itu pun akan kubawa juga.


Kontemplasi Kontribusi
Tentang kontribusi, rasanya aku masih jauh dari ke-maksimal-an dalam berkontribusi. Aku bahkan mampu menghitung kontribusi yang telah kulakukan, masih hitungan jari. Sementara engkau, usiamu masih sangat muda, masih umur anak SD yang jika engkau berwujud manusia barangkali masih menduduki bangku kelas 1 SD. Namun kontribusimu, Allah yang lebih mengetahui. Usia 6 tahun, engkau mempu memberikan banyak makna, banyak maslahat. Padahal jika bertumpu pada usiamu, harusnya engkau masih ditopang, diarahkan. Akan tetapi, ke-terbalik-an yang kulihat. Justru di usia yang sebegitu dini, engkau telah mendewasakan diri. Aku salut! Ajarkan aku untuk terus bergerak, berbuat, berbagi dan menginspirasi tanpa henti. Ajarkan aku untuk terus ikhlas, menghadirkan empati yang tiada tepi. Barakallah SM-3T Keenam tahun. Pertambahan usia ini adalah amanah. Sebab dengan bertambahnya usia ini, berarti Allah memberimu kesempatan untuk berbuat lebih banyak untuk orang banyak. Amanah untuk menjadi bagian dari pemerataan sudut-sudut negeri yang belum merata. Semoga pikiran ini, kaki ini, tangan ini, dan seluruh yang telah Allah berikan menjadi bagian yang turut membersamaimu berjuang ke sudut sana. InsyaAllah wa biidznillah.

Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia

Pekanbaru, 05 September 2017
Wa ila rabbika farghob
Keep tawadhu

Juniar Sinaga
SM-3T Angkatan III









Comments

Popular posts from this blog

Ia yang kuakrabi dengan sapaan -Man-

Aku mengakrabinya dengan sapaan  Man . Di bulan namaku, yaitu Juni 2018 adalah perjumpaan perdana dengannya saat mengikuti kegiatan SiDaus di Jakarta. Belum pernah bersua sebelumnya dan juga tak pernah berkomunikasi walaupun melalui media sosial, sebab memang belum mengenalinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Di perjumpaan perdana itu pula aku mengetahui bahwa logo harlah SM-3T yang sejak awal muncul sudah menghadirkan kekaguman dalam kalbu. Hingga kugoreskan dalam sebuah kalimat metafora, dan barangkali tak dimaknai oleh yang membaca sebelumnya, jika saja tak kuberitahu. Karya yang sedemikian  sempurna itu adalah hasil karyanya.  Kala itu kami saling bertegur sapa di sela-sela kegiatan. Saling bertanya nama lalu akrab di spasi waktu yang singkat. Kemudian bercengkerama dalam waktu begadang untuk menyusun reportase bersama. "Kakak cepat juga ya akrab," ujarnya malam itu. Aku hanya tertawa merespon ujaran itu. Saling berbagi cerita tentang tempat tugas dan

Membaca Latar dan Pelakonnya

Aku terus belajar membaca latar yang baru, juga pelakon yang bermukim di dalamnya. Sederetan karakter dan dialek yang berbeda belum rampung kupahami. Bukan hanya yang ditemui yang dibaca, bahkan kaki-kaki yang melangkah bersamaan di latar ini pun masih harus kubaca dengan seksama. Di pintu pagi sering kutemui resah, namun wajahku tak sampai basah. Sebab simpuh di seba'da adzan subuh masih ada untuk penguatan. Pun punggung lantai masih ada untuk tempat bersimpuh. Beragam desah dan gelisah pun tak luput di ruang-ruang perkumpulan para pemilik karakter yang berbeda. Sementara aku hanya terus berpikir sembari memohon kelembutan hati. Apakah mungkin kita terus meng-ego-i, memikirkan kepentingan diri kita sendiri. Lalu setelah itu kita bernyanyi dengan nyaring tanpa memikirkan kepentingan lainnya. Apakah mungkin kita mengingkari, kata-kata kebersamaan sedari awal, lalu kita mementingkan keinginan diri sendiri, meninggalkan yang lainnya tertatih dan merintih.  Dalam palungan

Gula Getah

Siswa kelas V SDN 011 Candi, Kep. Anambas Sumber: Dokumentasi penulis Di Rabu siang, untuk ketiga harinya aku (lebih) terakhir balik sekolah. Jauh dari waktu yang biasanya. Ada sesuatu hal yang belum mengizinkan untuk bisa pulang seperti biasa. Aku duduk mengutak-atik laptop dan hape di ruangan wifi sekolah. Sesaat kemudian, anak-anak berdatangan. Bergerombok bak semut, mengelilingku.  "Ibu balik jam berapa," tanya mereka. "Nanti sebentar lagi," kembali kusambangi goresan di layar laptop. "Ibu jalan kaki ya?" tanya mereka. Aku hanya menggangguk-angguk sambil tersenyum. "Kasihan Ibu," sayup kudengar suara itu berulang-ulang. Aku keasyikan dengan laptop. Sehingga suara bising yang lalu lalang tak kuhirauakan. Sesekali kupandangi wajah anak-anak. "Sungguh, jasad anak-anak ini tiada lelahnya," pikirku. "Ibu nanti balik jam berapa? "Kami nak antar ibu balik, tapi kami terobosan sore," ujar mereka dengan